(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Amarullahi Ajebi

Presiden Joko Widodo resmi membubarkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT. Istaka Karya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pembubaran Perusahaan Perseroan yang ditandatangani pada 17 Maret 2023 (CNN Indonesia, 2023). Dalam aturan tersebut dijelaskan alasan pembubaran PT. Istaka Karya karena dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 26/Pdt.Pembatalan Perdamaian/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 12 Juli 2022, sehingga harta pailit Perusahaan Perseroan (Persero) berada dalam keadaan insolvensi.

Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan BUMN diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (selanjutnya disebut UU KPKPU). Dalam UU KPKPU menunjukkan bahwa perusahaan BUMN tidak terlepas dari permasalahan, baik keadaan keuangan atau pengelolaan perusahaan yang tidak profesional. Kepailitan menjadi solusi untuk keluar dari persoalan utang-piutang yang melanda debitor, sehingga debitor tersebut tidak mampu untuk membayar utang-utang tersebut kepada kreditornya (Suradi, 2016:13).

Baca juga: Perbedaan Equity CrowdFunding dengan Initial Public Offering

Bentuk-bentuk BUMN berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN) dikelompokan menjadi dua bentuk badan usaha, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum), keduanya memiliki definisi dan tujuan yang berbeda-beda. Adapun definisi Persero terdapat dalam Pasal 1 angka 2 UU BUMN yakni “Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.”

Adapun definisi dari Perusahaan Umum (Perum) dalam Pasal 1 angka 4 UU BUMN mengatur “Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.”

Ketentuan tersebut apabila dikaitkan dalam Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU yang menyatakan “Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.” Dalam penjelasannya yang dimaksud dengan “Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik” adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham. Dari aturan tersebut, dapat dipahami bahwa hanya perusahaan yang tidak memiliki pemegang saham (Perum) yang hanya bisa mengajukan permohonan pailit melalui Menteri Keuangan. Sementara itu, BUMN yang memiliki pemegang saham (Persero) dapat diajukan permohonan pailit oleh siapapun, termasuk oleh para kreditor (Oktavira, 2021).

Akibat hukum apabila Perusahaan BUMN dinyatakan pailit bersinggungan dengan kekayaan negara. Hal tersebut sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) UU BUMN yakni “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Sementara untuk Perusahaan BUMN berbentuk Perum, Menteri Keuangan selaku pihak yang hanya bisa mengajukan permohonan pailit. Dalam Pasal 39 UU BUMN mengatur Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri:

a.Baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi;

b.Terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perum; atau

c.Langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perum

Apabila kepailitan tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perum tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (2) dan (3) UU BUMN. Dari ketentuan tersebut dapat dipahami Menteri hanya bertanggung jawab atas kerugian kepailitan BUMN Perum sebesar nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam BUMN Perum (Oktavira, 2021).

Baca juga: Asas Proporsionalitas Dalam Perjanjian Baku

Adapun perusahaan BUMN berbentuk Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip bagi Perseroan Terbatas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).  Lain halnya BUMN berbentuk Perum, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU PT, Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Namun, ketentuan ini tidak berlaku jika:

a.Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b.Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c.Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d.Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Sehingga dapat dipahami bahwa negara selaku pemegang saham dalam BUMN Persero hanya bertanggung jawab atas kerugian kepailitan sesuai jumlah saham yang dimiliki, kecuali dalam keadaan-keadaan yang dikecualikan di atas.

Tag: Berita , Artikel , Kurator dan Pengurus